SANGEH



Obyek Taman Wisata Alam Sangeh mulai dirintis pada 1 Januari 1969 dan mulai mengalami kemapnan pada tahun 1971 dengan sumber pembiayaan pembangunan dari sumbangan sukarela / dana puniayang dikenakan kepada setiap pengunjung yang masuk ke Obyek Wisata Sangeh. Mulai 1 Januari 1996 dikenakan Retribusi berdasarkan Perda Tk. II Badung No. 20 Tahun 1995.

Dalam teknik pengelolaan obyek wisata Sangeh sepenuhnya merpakan hak dari pada pengelola dalam hal ini Desa Adat Sangeh.

Obyrek Wisata Alam Sangeh tidak hanya terkenal karena keberadaan keranya yang jinak, namun karena adanya 10 Ha. Homogen hutan Pala (Dipterocarpus trinervis), bijinya tidak bisa dimakan dan juga adanya Puri b]Bukit Sari yang merupakan Prura peninggalan Abad ke-17 pada waktu kejayaan kerajaan Mengwi.



Menurut sejarah keberadaan Pura Bukit Sari sangat erat kaitannya dengan kerajaan Mengwi, Pura Bukit Sari dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti, anak angkat Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan. Kono Bliau (aanak Agung anglurah Made Karang Asem Sakti) melakukan tapa “Rare” yaitu bertapa sebagaimanan layaknya bayi/anak-anak. Beliau mendapatkan pawisik (ilham) agar membuat Pelinggih (Pura) di hutan Pala Sangeh, maka sejak itulah Pura Bukit Sari berdiri pas ditengah-tengah hutan pala.

Berdasarkan mitologi yang diyakini oleh masyarakat Sangeh dan sekitarnya nama Sangeh erat kaitannya dengan keberadaan “Hutan Pala” yang mana Sangeh berasal dari dua kata “Sang” berarti “orang” dan “ngeh” berarti “melihat” Sangeh artinya orang yang melihat. Konon Kayu-kayu (pala) dalam perjalanan dari Gunung Agung (Bali Timur) menuju salah satu tempat Bali Barat, karena dalam perjalanannya ada yang melihat, akhirnya pohon-pohon tersebut berhenti di satu tempat, yang sampai sekarang disebut “Sangeh”.

Hutan Pala Sangeh dihuni oleh kera abu ekor panjang (Macaca fascicularis) yang jumlahnya kurang lebih 600 ekor, dan keberadaa merekapun tidak terlepas dari keyakinan masyarakat yang menganggap mereka adalah jelmaan prajurit putrid yang dirubahnya bentuknya menjadi monyet-monyet yang menghuni hutan pala sangeh. Oleh karena itu masyarakat sekitar tidak akan berani menganggu keberadaan mereka, karena mereka dianggap kera suci yang disakralan yang membawa berkah bagi masyarakat Sangeh dan sekitarnya.

Kehidupan merekapun layaknya kehidupan masyarakat di Bali yang mana mereka mempunyai kelompok (Banjar) yang terbagi dalam (3) kelompok (Banjar), yaitu timur, tengah, dan barat, dan masing-masing kelompok akan mempunyai pemimpin masing-masing.

Yang unik dari kehidupan mereka, adanya persaingan diantara Pejantan-pejantan, yang mana akan selalu bersaing : dikelompoknya memperebutkan jadi Raja/Ketua, dan dengan kelompok lain akan memperebutkan daerah kekuasaan, kelompok siapa yang paling kuat akan menguasai kelompok tengah yang paling banyak sumber makanannya.

Karena keberadaan Obyek Wisata sangat disakralkan oleh masyarakat Sangeh dan sekitarnya, maka bagi yang dating bulan atau yang ada kecuntakan (keluarganya ada yang meninggal) diharapkan tidak memasuki kawasan suci (Pura).

Setiap pengunjung akan selalu ditemeni berkeliling oleh pemandu-pemandu local, guna menjaga keamaanan dan kenyamanan.



0 komentar : “SANGEH”


SILAHKAN DICOBA - KOMENTAR DI FACEBOOK



Posting Komentar

Bagaimana menurut anda tentang Blog / Artikel ini,
Tinggalkan sebuah komentar / saran disini......!!!
saya akan balik kunjungi anda, teriima kasih


free counters

BALI